REST vs SOAP: Dua Gaya Bicara Sistem yang Beda Dunia

0
Tech Pulse
Ditulis 11 June 2025 Baca ± 8 menit
REST vs SOAP: Dua Gaya Bicara Sistem yang Beda Dunia

Pernah nggak sih kamu ngerasa cuma mau nanya satu hal kecil, tapi malah harus melewati proses yang bikin kamu mikir, “Ini nanya stok barang atau daftar jadi ASN sih?”

Di satu tempat, ketika kamu ingin mengetahui stok barang, kamu cukup bilang, “Stok BRG001 masih ada?” dan boom — jawabannya langsung keluar. Cepat, jelas, nggak pake basa-basi. Rasanya seperti ngobrol sama teman yang udah ngerti kamu luar dalam.

Tapi di tempat lain, hal yang sama bisa jadi hal yang rumit. Kamu harus ambil nomor antrean, isi formulir tiga lembar, lampirkan fotokopi KTP, dan kalau sial, ditanya, “Maksudnya stok itu apa ya, Pak?”

Dua pengalaman ini mewakili dua pendekatan dalam dunia API: REST dan SOAP.

REST itu seperti teman yang gampang diajak ngobrol — to the point, fleksibel, dan nggak ribet. SOAP? Dia seperti birokrat sejati: cinta struktur, penuh aturan, dan nggak bisa kerja tanpa dokumen resmi.

Mereka bukan saingan, cuma beda gaya. Yang satu cocok untuk aplikasi cepat dan ringan, yang satu lagi andalan di dunia penuh regulasi dan formalitas. Tinggal kamu tentukan: mau ngobrol santai, atau kirim surat resmi lengkap materai?

Dulu Semua Serius: Perjalanan SOAP

Sebelum REST jadi anak kesayangan dunia web modern, dunia digital sudah lebih dulu mengenal SOAP — Simple Object Access Protocol. Tapi jangan terkecoh sama kata "Simple"-nya. SOAP itu kayak teman lama yang bilang, "Sebenarnya saya fleksibel kok," tapi begitu kamu ngobrol, kamu malah diminta ngisi formulir tiga rangkap dan harus pakai baju rapi.

SOAP bukan sekadar protokol, dia adalah sistem komunikasi yang dibangun dengan satu prinsip utama: ketertiban absolut. Semuanya harus terdokumentasi, terstruktur, dan sesuai standar yang sudah ditetapkan. Dalam dunia di mana kesalahan data bisa jadi masalah besar — seperti di perbankan atau pemerintahan — SOAP tampil sebagai juru bicara yang nggak akan salah mengucapkan satu kata pun.

Setiap permintaan lewat SOAP dikemas seperti surat resmi. Formatnya XML, lengkap dengan "amplop" dan "isi". Bahkan untuk pertanyaan sederhana seperti stok barang, kamu tetap harus menggunakan struktur formal:

<soap:Envelope xmlns:soap="http://www.w3.org/2003/05/soap-envelope">
  <soap:Header/>
  <soap:Body>
    <GetStock xmlns="http://example.com/products">
      <ProductCode>BRG001</ProductCode>
    </GetStock>
  </soap:Body>
</soap:Envelope>

Agak ribet? Memang. Tapi buat sebagian orang, keribetan ini adalah jaminan bahwa semuanya tercatat dan bisa dipertanggungjawabkan.

SOAP juga punya keunggulan dalam hal kontrak layanan. Ia menggunakan WSDL (Web Services Description Language), yang berfungsi seperti brosur resmi: menjelaskan secara rinci cara berkomunikasi dengan layanan tersebut. Jadi kalau kamu ingin integrasi, kamu tinggal baca "petunjuk penggunaan"-nya tanpa harus tanya-tanya dulu.

Di balik tampilannya yang kaku, SOAP menyimpan kekuatan yang besar. Ia bisa berjalan di berbagai protokol (nggak cuma HTTP, tapi juga SMTP), dan punya sistem keamanan bawaan seperti WS-Security yang sudah satu paket dari sananya. Nggak perlu tambah-tambahan token atau konfigurasi aneh — semuanya sudah diatur.

SOAP memang bukan pilihan populer di kalangan startup atau proyek pribadi. Tapi untuk sistem skala besar, yang butuh kepastian, konsistensi, dan audit trail yang jelas — SOAP masih jadi andalan. Ia adalah veteran di dunia komunikasi digital. Mungkin nggak flashy, tapi kamu bisa percayakan tanggung jawab besar padanya tanpa khawatir dia ngambek di tengah jalan.

REST Datang: Si Anak Gaul Web Modern

Sekitar awal tahun 2000, dunia pengembangan web kedatangan sosok baru yang langsung menarik perhatian banyak developer — REST, alias Representational State Transfer. Bukan framework. Bukan library. Bahkan bukan protokol. REST adalah sebuah cara berpikir. Sebuah filosofi.

REST muncul dari pikiran jenius Roy Fielding, salah satu arsitek HTTP. Dalam disertasinya, Roy tidak menyodorkan alat baru, tapi menyodorkan pertanyaan yang sederhana dan brilian: "Kenapa kita nggak pakai saja hal-hal yang sudah bagus di web?"

Daripada bikin protokol komunikasi aneh-aneh, REST memilih untuk memanfaatkan apa yang sudah ada: HTTP sebagai kendaraan, URL sebagai alamat, dan metode seperti GET, POST, PUT, dan DELETE sebagai cara menyapa. Sederhana? Banget. Tapi justru karena itulah REST langsung klik di hati para developer.

REST itu seperti teman yang nggak banyak gaya tapi paham situasi. Kamu tanya, "Bro, stok BRG001 masih ada nggak?" dan dia langsung jawab:

{
  "product_code": "BRG001",
  "name": "Minyak Goreng 2L",
  "stock": 27
}

Tanpa lampiran, tanpa memo, tanpa perlu tanda tangan basah.

Yang bikin REST makin disukai adalah dukungannya terhadap JSON — format data yang ringan, enak dibaca manusia, dan gampang diproses mesin. JSON ini ibarat bahasa sehari-hari di dunia web. Nggak ribet, nggak bertele-tele, dan kamu bisa paham maksudnya dalam sekali lihat.

REST juga punya satu sifat yang bikin sistem jadi lebih tangguh: stateless. Artinya setiap permintaan dari client berdiri sendiri, tanpa bergantung pada percakapan sebelumnya. Ini seperti kamu datang ke warung dan setiap kali pesan makanan, kamu sebut lagi nama, pesanan, dan posisi meja. Terlihat repetitif, tapi bikin sistem jadi scalable — server nggak perlu repot mengingat siapa kamu sebelumnya.

Filosofi REST ini cocok banget untuk dunia modern: cepat, ringan, dan fleksibel. Cocok untuk aplikasi web, mobile, IoT, dan bahkan microservices. REST seperti generasi muda yang tumbuh di era digital — nggak mau ribet, tapi tetap tahu sopan santun.

REST memang nggak punya kontrak formal seperti SOAP. Tapi itu bukan kekurangan, melainkan pilihan. Ia mengandalkan dokumentasi yang dibuat dengan gaya bebas — pakai Swagger, Postman, atau bahkan README biasa. Selama kamu jelas dan konsisten, REST akan melayani kamu tanpa banyak tanya.

Kalau SOAP itu birokrat senior dengan setelan jas dan map tebal, maka REST adalah startup guy pakai hoodie, duduk di coworking space, sambil ngetik endpoint di laptop. Satu sama lain beda gaya, tapi tetap profesional.

Bicara Format: XML vs JSON

Kalau komunikasi antar sistem bisa diibaratkan percakapan, maka format data adalah bahasa yang mereka gunakan. Dan dalam dunia REST dan SOAP, pilihan bahasanya bisa sangat berbeda.

SOAP punya cinta yang dalam — dan kadang agak obsesif — terhadap XML. Buat SOAP, XML itu bukan sekadar format data. XML adalah standar, aturan, dan cara untuk memastikan semua orang bicara dengan bahasa yang sama dan struktur yang jelas. Tapi di balik kesetiaannya itu, XML bisa terasa... cerewet.

Bayangkan kamu cuma mau bilang "stok barang 27", tapi kamu harus bungkus dengan tag pembuka, penutup, namespace, dan atribut tambahan. Rasanya seperti mau ngasih kabar ke teman tapi harus kirim surat resmi dengan amplop dan materai:

<product>
  <code>BRG001</code>
  <name>Minyak Goreng 2L</name>
  <stock>27</stock>
</product>

Rapi? Iya. Tapi efisien? Belum tentu.

REST lebih fleksibel dan terbuka. Ia memang akrab dengan JSON, tapi bukan berarti dia anti XML. Kalau kamu mau pakai YAML, CSV, bahkan plain text — REST tetap akan melayani, asalkan kamu dan server sudah sepakat dari awal.

JSON sendiri jadi pilihan utama bukan karena hype, tapi karena memang ringkas dan manusiawi. Data cukup dibungkus kurung kurawal, kunci dan nilainya jelas, dan nggak perlu buka-tutup tag berlapis.

Contoh?

{
  "product_code": "BRG001",
  "name": "Minyak Goreng 2L",
  "stock": 27
}

Langsung paham kan? Bahkan anak magang baru pun bisa baca dan mengerti maksudnya tanpa harus ikut workshop.

Format data ini bukan soal siapa yang lebih hebat. Tapi soal konteks dan kebutuhan. Kalau kamu butuh validasi ketat, struktur hierarkis, dan kompatibilitas dengan sistem lawas — XML mungkin pilihan yang tepat. Tapi kalau kamu bangun aplikasi modern, gesit, dan butuh komunikasi ringan antar sistem, JSON akan jadi sahabat yang menyenangkan.

Dan di sinilah perbedaan karakter REST dan SOAP kembali terlihat. SOAP setia pada satu bahasa resmi. REST? Dia bisa ngobrol dengan siapa saja, asal sopan dan saling mengerti.

Keamanan: Siapa Lebih Protektif?

SOAP seperti satpam kompleks elite — lengkap dengan ID card, sidik jari, dan kamera CCTV. Ia dilengkapi dengan WS-Security, digital signature, dan enkripsi XML. Sangat cocok untuk dunia yang butuh kepastian dan perlindungan ekstra.

REST? Ia percaya pada sistem keamanan tambahan. HTTPS, API Key, OAuth, atau JWT — semua bisa kamu tambahkan sesuai kebutuhan. Ibarat rumah pribadi: kamu tentukan sendiri mau pakai gembok, alarm, atau kamera.

Kontrak dan Dokumentasi

SOAP punya WSDL — Web Services Description Language. Ini seperti surat kontrak resmi: semua orang tahu bagaimana cara bicara dengan server, format pesannya, dan balasannya. Terjamin.

REST lebih bebas, tapi artinya kamu harus menyiapkan dokumentasi sendiri. Biasanya developer REST API pakai Swagger atau Postman untuk menjelaskan API-nya. Nggak ada kontrak otomatis, tapi lebih luwes.

Kapan Harus Pilih yang Mana?

Pilih REST jika:

  • Kamu bangun aplikasi modern: web, mobile, IoT
  • Butuh ringan, cepat, dan fleksibel
  • Tidak perlu keamanan ala lembaga keuangan

Pilih SOAP jika:

  • Kamu kerja di sistem besar: bank, pemerintah, enterprise
  • Perlu dokumentasi formal dan keamanan tinggi
  • Butuh struktur data yang sangat ketat

Penutup: Dua Dunia yang Bisa Berdampingan

REST itu seperti ngobrol di kedai kopi — obrolannya cepat, santai, tapi tetap sopan. Kamu bisa tanya langsung, dapat jawaban langsung, dan semua orang senang. SOAP? Dia seperti menghadap direktur dengan agenda rapat lengkap — pakai jas, bawa map, dan semuanya harus tercatat dengan rapi.

Apakah satu lebih baik dari yang lain? Belum tentu.

REST menang di kecepatan dan fleksibilitas. Cocok untuk aplikasi modern, mobile, dan kebutuhan yang berkembang cepat. Tapi SOAP punya tempat di dunia yang tak bisa main-main dengan keamanan dan struktur — dunia perbankan, institusi besar, atau sistem lawas yang butuh kepastian.

Dua pendekatan ini seperti dua gaya hidup. REST cocok buat yang senang fleksibilitas dan serba digital. SOAP cocok buat yang butuh segala sesuatunya terdokumentasi dengan baik, dengan jaminan keamanan dan konsistensi.

Intinya, kamu nggak harus memilih satu dan membenci yang lain. Justru semakin kamu memahami keduanya, semakin kuat fondasi arsitektur sistem yang kamu bangun.

Karena dalam dunia API, seperti dalam hidup, kadang kamu butuh obrolan ringan di kedai kopi. Tapi di lain waktu, kamu juga harus siap pakai jas dan masuk ruang rapat.

REST dan SOAP bisa berdampingan. Tinggal kamu yang tentukan: hari ini kamu mau ngobrol santai, atau kirim surat resmi?

Diperbarui pada 11 June 2025